Google

Wednesday, January 30, 2008

Apoptosis: Bila Sel Berkurban


Setiap tanggal 10 Dzulhijah umat Islam merayakan hari raya Idul Adha atau yang di Indonesia sering kita sebut sebagai hari raya kurban. Hari raya yang berlatar belakang dari salah satu episode kehidupan keluarga Ibrahim as ini memiliki hikmah agar kita dapat meneladani nabi Ibrahim dan nabi Ismail terhadap perintah Allah SWT. Lalu apa hubungan antara hari raya kurban dengan tulisan ini? Mari kita telusuri bersama-sama

Nun jauh dari penglihatan kita, ada makhluk Allah SWT yang terdapat dalam tubuh kita dan berukuran sangat kecil bernama sel. Seperti makhluk hidup lainnya, sel pun akan mengalami kematian. Dalam sehari, milyaran sel dalam tubuh manusia mengalami kematian massal. Apakah hal itu merupakan kelainan atau suatu penyakit? Jawabannya tentu bukan. Hal itu adalah gejala fisiologis yang disebut kematian terprogram sel atau apoptosis. Apoptosis tidak hanya dijumpai pada manusia, namun ditemukan juga pada semua makhluk hidup multiseluler baik hewan maupun tumbuhan. Dari sudut pandang etimologis, apoptosis berasal dari dua suku kata bahasa latin yaitu Apo dan ptosis yang memiliki arti gugur. Istilah tersebut diambil melalui analogi dedaunan yang rontok secara bersamaan pada saat musim gugur di daerah sub tropis.

Berkurban, bukan bunuh diri

Berdasarkan jenisnya, kematian yang terjadi pada sel setidaknya dapat dibedakan menjadi dua. Kematian pertama adalah nekrosis. Sel yang mengalami kematian secara nekrosis umumnya disebabkan oleh faktor dari luar secara langsung. Misalnya kematian sel dikarenakan kecelakaan, infeksi virus, radiasi sinar radio aktif atau keracunan zat kimia. Tanpa adanya tekanan dari luar, sel tidak akan dapat mati secara nekrosis.

Jenis kematian kedua adalah apoptosis. Sel yang mengalami apoptosis, sejatinya adalah sel normal dan sehat. Namun dikarenakan munculnya perintah berupa sinyal-sinyal biokimia, sel akan mati. Mirip dengan kisah Nabi Ismail as yang menyerahkan jiwa raganya karena perintah Allah SWT melalui mimpi ayahanda Ibrahim as, sel yang melakukan apoptosis pun dengan taat akan menyerahkan jiwa raganya untuk mati. Bila sinyal kematian sudah ditangkap, tanpa alasan apapun sel tidak akan menolak dan memulai proses apoptosis. Kebanyakan ilmuwan di dunia menyatakan apoptosis adalah peristiwa bunuh diri sel. Namun dalam kenyataannya, apoptosis bukan sekedar kematian sia-sia. Di balik apoptosis, banyak manfaat dan hikmah yang dirasakan oleh individu yang disusunnya dan juga sel-sel dari generasi selanjutnya. Berikut akan dijelaskan beberapa manfaat dan sebab terjadinya apoptosis, baik terhadap sel itu sendiri maupun bagi individu yang disusunnya.

Mekanisme keseimbangan (homeostasis)

Peristiwa apoptosis tidak akan mengganggu fisiologi tubuh organisme. Juga tidak akan mengurangi jumlah sel dalam satu individu. Hal itu dikarenakan peristiwa apoptosis selalu diikuti dengan pertambahan jumlah sel melalui mekanisme reproduksi sel.

Apoptosis adalah kematian terprogam sel dalam rangka menjaga keseimbangan jaringan dan organ yang disusun oleh sel tersebut. Dapat kita bayangkan apabila dalam suatu jaringan terjadi pembaharuan sel secara terus-menerus tanpa diikuti pengurangan jumlah sel yang sudah tidak produktif, maka akan terjadi populasi sel yang berlebihan. Salah satu akibat dari kegagalan kelola itu adalah sel yang semestinya sudah dieliminasi menjadi berubah sifat dan karakter. Hal tersebut yang disebut mutasi yang mengawali terjadinya sel kanker. Pada dasarnya, apoptosis memberi kesempatan kepada sel generasi baru untuk bekerja secara optimal.

Merupakan bagian dari pertumbuhan

Hewan bertulang belakang (vertebrata) memiliki bentuk embrio yang hampir sama pada masa awal pembentukan. Pada masa perkembangannya, spesies akan berubah bentuk embrio secara spesifik sesuai dengan ciri khas masing-masing.

Awal dari embrio hanya berbentuk sebongkah daging. Namun perlahan-lahan bongkahan daging tersebut akan berubah bentuk menjadi kepala, badan dan anggota gerak. Contoh lain apoptosis adalah terbentuknya jejari tangan dan kaki. Pahatan-pahatan alami itulah yang menyebabkan bentuk organ tubuh menjadi bentuk yang sempurna dan dinamis. Bentuk abnormal bawaan polydactyly (jari tangan atau kaki berjumlah lebih dari lima) atau brachydactyly (dua jari tangan atau kaki gagal berpisah satu dengan yang lain) adalah salah satu contoh dari kelainan genetika yang disebabkan karena proses apoptosis yang berjalan tidak normal saat perkembangan embrio.

Mekanisme penghancuran sel-sel tidak berguna

Usia sel dalam tubuh makhluk hidup multiseluler tidaklah sama dengan usia individu. Mereka selalu mengalami regenerasi secara periodik. Sebagai contoh sel darah merah manusia berumur sekitar 120 hari dan sel korpus luteum dalam indung telur selalu berganti mengikuti siklus menstruasi pada manusia dan siklus estrus pada hewan memamah biak.

Regulasi sistem kekebalan tubuh

Sistem kekebalan yang dimaksud tentunya bukan kebal dari tusukan atau dapat makan beling seperti kuda lumping. Kekebalan di sini adalah kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit atau benda asing lain yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Sistem kekebalan tubuh pada kebanyakan makhluk hidup multiseluler dipegang peranannya oleh sel B dan sel T. Apoptosis dapat dirangsang oleh sel imunitas, sebagai sel pembunuh, sel T (killer T cell) memiliki kemampuan menebar berbagai macam sinyal (dalam hal ini protein), salah satunya yang dikenali oleh sel sebagai faktor kematian.. Dalam keadaan normal, sel T berada dalam keadaan tidak aktif. Aktivasinya dapat dirangsang apabila terdapat benda asing yang akan dikenali sebagai antigen. Dalam hal tersebut, antigen dapat berupa sel yang tidak sempurna/rusak, virus dan bibit penyakit lainnya.

Suatu respon stress

Layaknya makhluk hidup, sel pun dapat menderita stress. Keadaan lingkungan yang di luar kebiasaan atau abnormal adalah pemicu utama terjadinya stress pada sel. Respon sel dalam menghadapi stress dapat bervariasi, salah satu diantaranya adalah sel akan mengalami apoptosis. Faktor yang dapat menyebabkan sel menjadi stress misalnya adalah suhu yang meningkat, kelaparan ataupun keracunan. Stress yang dialami pada beberapa jenis sel dapat memicu terjadinya apoptosis.

Program kematian yang terencana dan dengan seleksi ketat

Walaupun apoptosis adalah gejala fisiologis yang pasti terjadi, namun untuk melakukan apoptosis tidak semua sel dapat melakukan sekehendaknya. Mirip tentara yang akan berangkat ke medan perang. Untuk melakukan apoptosis, sel melalui seleksi ketat. Seleksi tersebut dapat berupa protein yang berfungsi memicu terjadinya apoptosis atau bahkan protein yang dapat menghalangi terjadinya apoptosis.

Sinyal apoptosis dapat berasal dari luar maupun dari dalam sel. Dari luar sel, sinyal apoptosis dibawa oleh Sel T, yaitu protein Fas atau sinyal kematian lainnya misalnya protein Tumor Necrosis Factor τ (TNF). Bila protein-protein tersebut berikatan dengan masing-masing reseptornya, maka proses apoptosis dimulai. Sinyal apoptosis tersebut ditangkap oleh death domain yang teraktivasi oleh kehadiran Fas dan TNF. Sebelum dilanjutkan, apoptosis diyakinkan kembali untuk diteruskan atau dihambat melalui mekanisme seleksi oleh protein FLIP (Flice/caspase-8 inhibitory protein). Ekspresi yang berlebihan dari FLIP, akan menyebabkan proses apoptosis terhenti. FLIP inilah sebagai penyeleksi awal dan memastikan apakah sel layak "berkurban" atau tidak. Model penghambatan apoptosis melalui mekanisme FLIP terjadi pada apoptosis ekstrinsik yaitu mekanisme apoptosis dengan sinyal kematian berasal dari luar sel. Bila ekspresi FLIP rendah, maka sinyal kematian akan diteruskan oleh mediator apoptosis selanjutnya yaitu caspase-8.

Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kondisi sel. Beberapa protein dapat terekspresi pada kondisi lingkungan yang ekstrem. Protein Bax, yang merupakan anggota keluarga protein Bcl-2, merupakan protein pembawa sinyal apoptosis dari dalam sel. Ekspresi yang berlebihan dari Bax dalam sitoplasma, dapat menyebabkan membran mitokondria berlubang. Mitokondria adalah organ sel yang berfungsi sebagai tempat pembangkit energi sel. Rusaknya membran mitokondria menyebabkan sel kehilangan energi dan salah satu protein terpenting di dalamnya, yaitu cytochrome C lepas menuju sitoplasma. Sebelum Bax merangsek membran mitokondria, kerja protein tersebut harus mendapat izin "berkurban" terlebih dahulu dari protein Bcl-2. Bila tidak mengantongi izin, maka ekspresi protein Bcl-2 akan meningkat dan mendesak keberadaan protein Bax sehingga apoptosis tidak terjadi. Kehadiran cytochrome C di dalam sitoplasma dapat menyebabkan teraktivasinya protein Apaf-1, yang nantinya bersama-sama dengan caspase-9 akan melanjutkan perjalan akhir dari sinyal kematian. Mekanisme tersebut merupakan bagian dari jalur apoptosis intrinsik, yang dilihat dari asal sinyal kematian yaitu dari dalam sel.

Tidak menyusahkan pihak lain

Perjalanan akhir sinyal apoptosis, akan dieksekusi oleh salah satu anggota keluarga protein caspase, yaitu caspase-3. Bila sinyal apoptosis sudah mencapai caspase-3, maka kepastian dari apoptosis sudah final. Caspase-3 akan memotong-motong protein histon yang berfungsi mengikat rangkaian DNA, menjadi beberapa bagian. Salah satu ciri khas dari sel yang mengalami apoptosis yaitu bentuk sel menjadi bulatan-bulatan kecil. Berbeda dengan kematian sel akibat nekrosis yang berbentuk tidak beraturan, bentuk bulatan-bulatan kecil ini dimaksudkan untuk memudahkan dan meringankan tugas makrofage yang berfungsi sebagai "mobil jenazah" untuk mencerna sel yang mati akibat apoptosis dan diangkut menuju sistem pembuangan. Demikian mekanisme apoptosis tersebut berjalan tiap hari tanpa dirasakan oleh si empunya sel. Bila dilihat dari jumlah sel yang mati "mendadak" secara bersamaan, tingkat ketaatan sel tersebut memang sangat mengagumkan. Sistem seleksi dan proses penerusan sinyal kematian itu juga didukung oleh kerja gen-gen yang bekerja sangat terkoordinasi.

Sampai saat ini studi tentang apoptosis banyak dilakukan dan menjadi topik hangat di beberapa bidang kajian. Dalam bidang kesehatan salah satunya dalam pencarian metode pengobatan baru untuk menghentikan perbanyakan sel kanker, selain itu apoptosis banyak dipelajari dalam cabang imu teratologi, yaitu ilmu yang mempelajari terjadinya penuaan pada makhluk hidup. Dalam bidang reproduksi pun dipelajari bagaimana memperpanjang usia subur dari organ reproduksi terutama dari hewan ternak.

Penulis adalah Anom Bowolaksono kandidat doktor pada Okayama University, Japan. Bidang kajian yang ditekuni saat ini adalah studi tentang apoptosis sel korpus luteum ruminansia.

Sumber bacaan:
[1] Lockshin RA, Zakeri Z. (2004). When Cells Die II: A Comprehensive Evaluation of Apoptosis and Programmed Cell Death. Wiley-Liss, New York.

[2] Shi, Y., Cidlowski, J., Scott, D., Wu, J., and Shi, Y.-B. (2003) Eds. Molecular Mechanisms of Programmed Cell Death. Kluwer Academic/Plenum, New York

Labels: , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home