Google

Thursday, August 06, 2009

Apa ambisimu? Mecahin Rekor?!

Tulisan ini terinisiasi setelah saya mendengar sebuah Iklan di Radio MQ 92,3FM Yogyakarta, dan Radio Trijaya 97,0 FM, bahwa pada hari Minggu, 16 agustus'09 di Alun2 Utara Yogyakarta, akan diadakan kegiatan gerak "Jalan Sehat Budaya Generasi Kokoh Semen Gresik". Peserta cukup membayar Rp.5.000,- saja sudah mendapat blangkon (topi adat khas jawa/jogja), snack, doorprize, dll.

Kegiatan ini didukung penuh oleh Pabrik Semen Gresik dalam rangka pemecahan rekor "5.000 peserta jalan sehat yang memakai blangkon" dan blangkon terbesar.

Fenomena pemecahan rekor seperti ini di Indonesia cukup sering kita dengar & lihat beritanya. Orang sibuk mengejar pemecahan rekor yg unik, aneh, dan "ruar biasa". Sepertinya pada bulan Agustus - dalam rangka peringatan 17-an, paling banyak orang / organisasi / institusi / komunitas / lembaga yg ingin membuat/memecahkan rekor, agar tercatat di Museum Rekor Dunia-Indonesia/MURI pada tingkat Nasional (lihat situsnya di sini, atau blognya disini), atau bahkan tercatat di Guiness Book of Record pada tingkat Internasional (lihat situsnya di sini).

Kita kadang terlampau berambisi, lalu berbangga diri dan silau dengan rekor yang sifatnya fisik, seperti: menabuh drum terlama, berdiri, menyikat gigi / mencuci tangan terbanyak, menarik beban berat (bis/truk) dengan gigi/rambut/telinga, berjalan mundur, membuat kue terpanjang, rokok terbesar, dll (lihat saja selengkapnya di situs tsb diatas). Kalau di Perguruan Tinggi : rekor mewisuda terbanyak, wisudawan lulusan tertua, dll.

Sayangnya, kita sibuk mengejar rekor-rekor yg tidak punya nilai gengsi dari kaca mata akademik -maaf- picisan. Seperti bagaimana agar bangsa ini dapat memposisikan Perguruan Tingginya (PT) sehingga dapat masuk dalam universitas terhebat di dunia. Tidak kalah dengan PT dari Malaysia. Karena, kitalah sebenarnya yang dahulu (awal tahun 1970-an) menjadi guru dan dosen bagi pelajar & mahasiswa Malaysia. Tapi kini telah berbalik. Coba perhatikan data-data berikut ini.

Tahun 2004, The Times Higher Education Supplement memilih 200 universitas terhebat di dunia. Sepuluh universitas terhebat adalah Harvard University,University of California Barkeley, Massachusetts Institute of Technology, California Institute of Technology,
Oxford University, Cambridge University, Stanford University, Yale University, Princeton University, dan ETH Zurich (Swiss).

Bagaimana nasib Perguruan Tinggi (PT) di Indonesia? Tak ada yang masuk kualifikasi, hanya empat PT negara tetangga kita yang mampu menerobos 120 besar, yaitu National University of Singapore (ke-18), Nanyang University (ke-50), Malaya University (ke-89), dan Sains Malaya University (ke-111).

Indikator yang digunakan dalam penskoran ditentukan oleh lima faktor berikut, yaitu:
  1. Penilaian oleh sejawat (peer reviewing);
  2. Jumlah dosen asing;
  3. Jumlah mahasiswa asing;
  4. Rasio dosen-mahasiswa; dan
  5. Citations, yakni jumlah karya tulis dosen yang dikutip di forum dunia.
Aspek produksi karya tulis cenderung masih lemah dari kalangan akademisi kita. Coba kita tilik, paling banter citation dari para dosen kita baru sebatas oleh mahasiswa bimbingannya saja, itupun di kampusnya sendiri... he2..

Perusahaan-
Perusahaan Negeri (BUMN) dan Swasta semestinya dapat lebih banyak membantu bagi pengembangan SDM masyarakat Indonesia untuk hal-hal / kegiatan-kegiatan pemecahan rekor yg positif, inovatif dan produktif. Mengembalikan kejayaan& kegemilangan masa lalu untuk dapat kembali memimpin dunia di berbagai bidang; politik, ekonomi, pendidikan, olahraga, dll.

Referensi :
  1. AKADEMISI ‘MISKIN’ BERKARYA TULIS, APA KATA DUNIA! Asep Sapa’at, syafaat_makmalian@yahoo.com, Lembaga Pengembangan Insani, Oktober 2008.
  2. Situs MURI, http://www.muri.org/
  3. Situs blog MURI, http://muri-rekor.blogspot.com/
  4. Situs Guinness World Records, http://www.guinnessworldrecords.com/

Labels: , , ,

0 Comments:

Post a Comment

<< Home