Google

Wednesday, October 22, 2008

Bagaimana Mendidik Anak menjadi Aktivis Masjid ?

Memboncengkan si kecil Taufik ke Masjid

Ada pertanyaan menggelitik yg datang dari para orang tua: Bagaimana mendidik anak supaya cinta masjid sejak kecil/dini? Sederhana saja jawabannya, ortunya dulu yg harus mencontohkan cinta masjid ! Sehingga dengan demikian diharapkan nantinya si anak akan menjadi orang yang cinta masjid, Aktivis masjid = Aktivis pergerakan Islam. Karena jika kita melihat kembali sejarah, dari masjidlah Islam berkembang, masyarakat Islam dibina, dan kebangkitan Islam dimulai.


Saya patut bersyukur kepada Allah SWT karena kedua anak saya semuanya adalah putra, sehingga saya mempunyai harapan dan cita2 besar agar kelak mereka dapat meneruskan perjuangan luhur para nabi, salafus sholih, para ulama dan da’i. maka dari itu, saya pun bertekad kuat menanamkan kebiasaan baik/akhlak Islami sejak kecil, salah satunya adalah mendirikan sholat berjamaah 5 waktu di masjid. Meskipun karena kesibukan tugas kantor/kuliah/rumah menyebabkan saya tidak bisa mengajak mereka 5x sehari ke masjid, tapi setidaknya yang biasa saya lakukan adalah pada saat sholat Asyar, Magrib, Isya dan atau Shubuh.


Biasanya saya mengajak mereka sholat ke masjid terdekat, yaitu Masjid Al Jama' Gadingan atau Masjid Darunnajah STPN. Jarak dari rumah dinas saya di Komplek Asrama I Poltekkes Depkes Ykt ke Masjid Al Jama’ Gadingan -/+ 300 m dan ditempuh dgn bersepeda. Awalnya sih jika ke masjid PP saya mengajak mereka menggunakan sepeda motor, namun karena tidak ramah lingkungan, lebih boros, dan tidak menyehatkan akhirnya saya beralih menggunakan sepeda. Maka, sepeda terbaik pun saya beli, Polygon !


Mengarahkan Hanif -yang baru bisa naik sepeda- ke masjid


Awalnya baru Hanif Abd. Karim Afandi -putra I- yg sering saya ajak sholat ke masjid, namun setelah putra ke-2 saya -Ahmad Taufik Nugroho- dapat berdiri dan berjalan sendiri, akhirnya keduanya saya ajak ke masjid. Terlebih sejak tanggal 4 Oktober 2008 kemarin Hanif sudah dapat naik sepeda mininya, maka saya memboncengkan Taufik, sedangkan Hanif mengayuh sendiri sepeda.


Taufik berkejaran-kejaran dengan Hanif dimasjid


Kebiasaan mengajak anak pergi ke masjid saya jadikan sebagai bagian dari pendidikan dan kegiatan bermain bagi mereka. Di masjid anak tidak saya haruskan/paksa untuk sholat (karena usia segitu belum ada kewajiban sholat), malah lebih seringnya mereka berdua hanya bermain mobil2an/kejar2an, bahkan sering tertidur di masjid saat menanti Abi-nya selesai sholat (terutama pada waktu sholat Jum'at dan Subuh). Jadi pelan2 mereka diajak mengenal masjid dan kegiatan sholat berjamaah.


Hanif ketiduran di Masjid


Adalah sebuah kebahagiaan yg tak terukur dgn emas/uang seberapapun ketika:

  1. Dibangunkan dari istirahat siang oleh Hanif karena waktu sholat sudah tiba.
  2. Melihat antusiasme anak mengajak kita untuk mengantarkan ia ke masjid pada saat azan telah dikumandangkan.
  3. Melihat anak kita sudah bisa ikut sholat sendiri, berdiri disamping kita dan menirukan gerakan sholat seperti para jamaah lain, meskipun belum tahu doa/bacaan sholat.

Tradisi mengajak anak ke masjid ini saya lanjutkan dari pengalaman masa kecil saya dulu waktu awal SD, yg sering diajak oleh bapak saya Drs. H. Moch. Yasin -semoga Allah senantiasa menyayangi beliau- sholat Magrib berjamaah di Masjid Al Aman Perumahan Sidoarum, Godean, Sleman. Padahal jarak dari rumah ke masjid tsb cukup jauh, yaitu -/+ 500 m, dan itu kami tempuh dengan berjalan kaki P-P. Kebiasaan tsb sangat membekas dalam diri saya, sehingga membentuk karakter muslim sejati hingga saat ini : cinta dan rindu masjid.


Semoga Allah menerima amal ibadah kami tsb dan membalasnya dgn memasukkan kami dalam salah satu dari golongan orang yang akan mendapatkan perlindunganNya di hari pembalasan kelak... Amin.


Labels: , , ,

Saturday, October 04, 2008

Mudik, Tradisi silaturrahmi tahunan

Mudik adalah momentum yg selalu ditunggu2, tak hanya oleh kaum muslim yang telah menyelesaikan puasa Ramadhan, namun juga oleh kaum non muslim, bahkan dipersiapkan sejak jauh2 hari, terlebih bagi mereka yg mudiknya ke daerah yg jauh dari tempat tinggal/kerjanya sekarang.
Menanti bus Paulan-Kartosura yang jarang2 muncul.

Beruntung saya mempunyai istri yang berasal dari suku/daerah yg berbeda, sehingga setiap tahun kami pasti merencanakan mudik lebaran. Mungkin itu pulalah yg akan melestarikan tradisi mudik di masyarakat Indonesia. Bayangkan kalo ada suami-istri berasal dari daerah yang sama, lalu menetap/bekerja di daerah yang sama juga, pastilah "gersang/hambar" skali suasana lebarannya, karena tidak mudik kemana2...

Mudik lebaran dengan segala hambatan dan kesulitan yang akan ditemui dijalan, slalu dirindukan karena mengingatkan seseorang agar tidak lupa akan akar budayanya. Setiap tahun dunia berubah, situasi lingkungan juga berubah, termasuk perubahan status sosial-ekonomi -budaya dari setiap orang yang mudik. Hal ini lah yg selalu menarik untuk dijadikan bahan cerita pada saat bersilaturrahmi lebaran.
Rumah Mertua di Jl. Raya Adisucipto, Paulan, Colomadu.

Rasanya sudah terlalu lama saya tidak mudik ke kampung halaman saya di Banda Aceh. Sejak lulus SMA 3 Banda Aceh pada tahun 1992 hingga sekarang saya belum pernah mudik. Jadi saya tak tahu bagaimana suasana NAD pasca DOM (Daerah Operasi Militer) dan Tsunami. Hal ini disamping karena faktor biaya yg terlalu mahal, jarak yang terlalu jauh, dan kondisi anak2 yg masih kecil2, sehingga keinginan untuk mudik lebaran di Aceh harus ditunda lagi. Bersyukur pada lebaran 1429 H/ 2008 M ini kami bisa mudik lagi untuk merayakan Idul Fitri di kampung halaman istri di Desa Paulan, Kec. Colomadu, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah.

Berpose didepan rumah simbah Solo.

Kami sekeluarga mudik pada hari Selasa, 30/10-08 menggunakan bis Yogyakarta - Solo, karena jaraknya tidak terlalu jauh & lebih hemat (meski harga tiket selama musim mudik naik tak terkendali). Meskipun jarak Ykt-Solo dekat, namun karena membawa 2 anak kecil shg bawaan nya juga harus banyak.

Setelah sholat Id di lapangan Desa Paulan, kami melakukan sungkeman kepada Bpk-Ibu mertua, lalu menerima kunjungan para tetangga dan saudara, kemudian berkunjung ke rumah kakek dan nenek di Ngasem, Colomadu, Kab. Karanganyar.
Keluarga besar Istri (minus 2 orang adik yang bekerja di Papua dan Lampung).

Yang khas dari tradisi mudik ini adalah :
  1. Sungkeman kepada ke-2 orang mertua, kakek-nenek, dan keluarga lain yang lebih tua.
  2. Minuman spesial Tape ketan yang dibuat oleh setiap keluarga untuk para tamu.
  3. Bagi yg masih mempunyai anak kecil, biasanya akan mendapat "fitrah" (uang tali asih,red) dari kakek-nenek dan paman-bibinya .
  4. Pamer kekayaan, pangkat, jabatan, dan status sosial. Inilah yang biasanya dilakukan setiap orang yang mudik, yaitu berusaha -meski dengan memaksakan diri- tampil dgn pakaian baru, HP baru, kendaraan baru, dll. Syukurlah kami dapat mudik dan bersilaturrahim tanpa harus berpamer ria.
Setelah dua hari bersilaturrahim ria, akhirnya kami harus pulang pada hari Kamis, 2/10-08 siang karena tugas2 domestik sudah menanti di Yogyakarta, termasuk istri yang harus mempersiapkan diri kembali untuk piket sebagai dokter umum di UGD RSUD Wonosari.

Happy Silaturrahim... Semoga dosa kita kepada sesama menjadi lebur semua, sebagaimana -insya Allah- dosa kita kepada-Nya sudah dilebur-Nya melalui sarana ibadah Ramadhan yang lalu... Amin... !

Semoga setelah memasuki bulan Syawal ini kita semakin meningkat amal ibadahnya, tak hanya peningkatan Berat Badan... he2.

Labels: , ,